Menjaga Papua, Memelihara Ekosistem Dunia

Indonesia pernah terkenal dengan julukan zamrud khatulistiwa, batu mulia kehijauan dengan beragam kekayaan alam terbentang dari Sabang hingga Merauke. Bagaimana tidak, negeri ini memiliki tutupan hutan yang luas serta cukup beragam sesuai pemanfaatan dan fungsinya. Masyarakat pun sudah lama hidup berdampingan dengan alam serta memiliki banyak kesempatan untuk memanfaatkan kekayaan hutan dan juga melestarikannya.

Ilustrasi Peta Indonesia yang disebut Zamrud Khatulistiwa

Namun terkadang, kekayaan alam yang melimpah membuat kita lupa bahwa pemanfaatan serta eksplorasi hutan dan alam secara berlebihan dapat merusak keseimbangan ekosistem yang terdapat di alam itu sendiri. Kita baru sadar setelah merasakan dampaknya seperti kemarau yang lebih panjang, berkurangnya sumber mata air, hingga mulai langkanya hewan-hewan endemik.

Hal ini tentu erat kaitannya dengan alih fungsi hutan menjadi pemukiman penduduk, perkebunan, bahkan hutan Industri. Di Indonesia, deforestasi hutan terasa begitu cepat setelah tahun 2000an, di Riau sendiri ditandai dengan becana kabut asap hebat pada tahun 1998 dan dilanjutkan dengan populernya perkebunan sawit serta menjamurnya industri kehutanan. Tidak hanya bagi pengusaha, sawit juga populer bagi masyarakat yang memiliki cukup uang untuk membeli beberapa hektar tanah untuk kemudian menanaminya dengan kelapa sawit.

Peta dari koleksi State of Rainforest tahun 2015 oleh GRID-Arendal

Hal ini kemudian menjadikan Provinsi Riau yang dulunya adalah salah satu wilayah dengan hutan terluas di Indonesia terpaksa kehilangan banyak tutupan hutan alam. Menurut data dari Jikalahari (Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau), selama kurun waktu 24 tahun (1982 – 2005) provinsi Riau sudah kehilangan tutupan hutan alam seluas 3,7 hektar. Dimana pada tahun 1982 tutupan hutan alam ini memiliki luas meliputi 78% (sekitar 6.415.655 hektar) dari luas daratan provinsi Riau yang jumlahnya sebesar 8.225.199 hektar.

Deforestasi hutan ini tidak hanya terjadi di Riau saja, eksploitasi hasil hutan dan alam pun melanda Kalimantan dan juga Papua. Ya, Papua yang selama ini kita kenal dengan keindahan alamnya pun mengalami hal yang sama.

Sumber: Mongabay

Bumi Cendrawasih pun menghadapi laju deforestasi

Papua adalah daerah yang selalu memiliki cerita menarik untuk disimak. Buatku yang tinggal di tengah pulau Sumatera, provinsi ini merupakan negeri yang teramat jauh untuk ditempuh. Aku biasa menikmati rekam keindahan alamnya dari berbagai berita dan juga siaran televisi. Bagaimana tidak, biaya perjalanan mengunjungi tanah dimana gunung Jayawijaya itu berdiri lumayan menguras dompet kami anak muda yang tinggal di pulau sebelah barat Indonesia ini.

Karena aku merasa kalau Papua itu cukup jauh, dan juga bentangan alamnya yang berbukit-bukit, ku kira daerah ini akan aman dari ancaman deforestasi. Namun naif sekali diriku, karena pada tahun 2015 lalu, Papua kehilangan area tutupan hutan yang cukup banyak.

Besarnya deforestasi yang dialami Papua mungkin tidak sebesar Provinsi Riau sebelumnya. Meski begitu, belum terlambat untuk memulai pembenahan, pembinaan serta kerja sama yang diperlukan untuk segera merapatkan barisan untuk menyelamatkan daerah dengan luasan hutan alam terbesar di Indonesia yang tersisa saat ini.

Menurut data dari EcoNusa Indonesia yang dituliskan kembali di laman Suara Papua, luas hutan di provinsi Papua pada tahun 2017 adalah 25. 030. 659, 04 hektar sedangkan di provinsi Papua Barat adalah 8. 679. 864, 18 hektar.

Peran masyarakat adat dalam pelestarian hutan dan alam.

Siapa yang tidak pernah mendengar mahsyurnya nama Raja Ampat? Menariknya Lembah Baliem? Indahnya Danau Sentani? Cantiknya Taman Nasional Teluk Cendrawasih? Serta menawannya Pulau Biak?. Bahkan, saking terkenalnya Raja Ampat, namanya menjadi inspirasi satu tempat wisata buatan yang ada di Riau.

Akupun sempat bermimpi dapat menginjakkan kaki disana, meski butuh tabungan yang lumayan untuk dapat mewujudkan mimpi itu. Tetapi, berbicara tentang kekayaan alam Papua saat ini tidak akan lepas dari pembahasan seputar masyarakat adat yang ada disana. Karena sesungguhnya, mereka lah yang menjadi garda terdepan pelestarian hutan dan alam Papua.

Dengan luasan hutan yang mencapai 80% daratan Papua, ada banyak masyarakat adat yang hidup dari hasil alamnya. Dan karena kebutuhan hidup mereka dipenuhi oleh alam, maka ada timbal balik untuk menjaga alam tetap seimbang agar kebutuhan mereka dapat selalu terpenuhi. Itulah logika dasar dari seluruh masyarakat adat yang hidupnya berdekatan dengan alam di seluruh penjuru Indonesia ini.

Sumber: EcoNusa

Adat Sasi adalah salah satu contoh bentuk pelestarian alam yang dilakukan oleh warga Papua. Praktik berupa memberhentikan pengambilan jenis hasil laut tertentu, di wilayah tertentu, dan dalam jangka waktu tertentu. Adat ini dipraktikkan oleh warga Papua dan Maluku secara umum.

Ketika masa Sasi dibuka, maka warga berkesempatan mengambil hasil laut yang diperbolehkan, contohnya di Kampung Kambala yang menjadikan teripang sebagai objek sasi. Selama sasi masih dibuka dalam kurun waktu tertentu, warga diperbolehkan menangkap teripang di laut. Tetapi jika masa sasi sudah ditutup, warga kampung Kambala tidak boleh berburu teripang lagi. Jika ada yang berani melanggar, akan berurusan dengan hukum dan peraturan adat yang berlaku.

Sasi bisa dibilang sebagai metode konservasi alam dengan kearifan lokal, karena ternyata tidak hanya berlaku untuk hasil atau wilayah laut dan sungai saja, tetapi juga di darat terutama untuk hasil hutan dan perburuan hewan. Pemberlakuan praktik ini tentunya berperan penting dalam pelestarian alam Papua, karena warga yang hidup bersuku-suku masih mematuhi hukum-hukum adat yang berlaku.

Bagi masyarakat Papua tanah adalah ibu

Gubernur Papua dalam ICBE 2018

Papua dan Konservasi Dunia

Sebagai pemilik hutan hujan terbesar ketiga di dunia, kelestarian alam Bumi Cenderawasih kini tidak hanya menjadi perhatian pemerintah Indonesia, tetapi juga dunia. Akan tetapi upaya-upaya konservasi yang dilakukan tetap tidak mudah. Orang Papua yang terlihat sama semua bagi masyarakat awam luar Papua ternyata terdiri oleh beragam suku dan juga bahasa. Mereka tinggal di hutan, pegunungan, lautan dan sungai, menjadi pelindung atas tanah yang mereka diami. Sederhananya akan selalu ada konflik antar suku yang kerap muncul.

Dengan banyaknya ancaman yang mereka hadapi baik dari faktor sosial, ekonomi dan juga politik yang pastinya tidak akan saya bahas ditulisan ini, lelah hati bacanya beb. Lebih baik kita mengikuti progress-progress pelestarian yang telah dilakukan oleh banyak organisasi yang bergerak di Papua seperti yang dilakukan EcoNusa sebagai salah satunya.

Untukku pribadi, mendengar frasa Papua untuk dunia rasanya seperti mengabaikan orang asli Papua yang telah hidup turun temurun disana. Papua ya untuk orang Papua, mereka hidup dengan mengelola hasil alam sesuai kebutuhan. Mendukung mereka dalam mempertahankan kebudayaan serta alam tempat mereka tinggal adalah apa yang harus kita lakukan. Apabila masyarakat Papua mampu berdaya dan mandiri, serta mempunyai suara yang didengar untuk melindungi tanah mereka dari proyek-proyek deforestasi hutan, kelestariannya adalah hal yang akan sangat disyukuri seluruh masyarakat dunia.

Orang Asli Papua. Source : EcoNusa

Kenapa Papua Begitu Penting Bagi Ekosistem Dunia?

Pemanasan Global adalah ancaman nyata bumi saat ini dan menjadi pemicu terjadinya perubahan iklim. Meningkatnya pemanasan global dan efek rumah kaca tentunya dipicu oleh tingginya emisi karbon di permukaan bumi yang tidak terserap dengan baik karena sudah berkurangnya luas hutan di dunia. Kenapa hutan? Karena pepohonan dalam jumbah besar lah yang mampu menyerap Co2 dengan baik. Semakin luas hutannya, semakin besar penyerapan carbonnya.

Dan kenapa Papua? Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa Provinsi Riau sendiri sudah kehilangan banyak luasan hutan, disusul oleh Kalimantan. Maka Papua lah yang menjadi pertahanan terakhir ekosistem hutan Indonesia saat ini. Dan sebelum hutan di Papua mengalami nasib serupa, saat ini sudah banyak organisasi lokal maupun dunia di bidang pelestarian lingkungan yang sudah mengatur posisi untuk membantu masyarakat Papua melestarikan hutan mereka.

Menyelamatkan Papua sebelum terlambat adalah upaya perlambatan kerusakan ekologi yang lebih luas. Hilang hutan maka hilang pula sebuah peradaban dampaknya tentu tidak hanya dirasakan oleh masyarakat Papua, tetapi juga dunia.

Papua dan Pariwisata

Kekayaan alam Papua tidak hanya menarik minat pengusaha tambang, tetapi juga dilirik oleh banyak travel junkie. Bagaimana tidak, Papua memiliki seluruh keindahan mulai dari Puncak Cartenz hingga teluk-teluk dengan pantai yang memesona. Kecantikan daratnya selaras dengan keindahan lautnya, belum lagi pesona kebudayaan yang masih terpelihara sejak masa leluhur mereka.

Maka tak heran bahwa sektor pariwisata menjadi salah satu sumber pendapatan masyarakat dan pemerintah daerah Papua. Meskipun memberikan peningkatan pada perekonomian masyarakat, pariwisata bukanlah malaikat yang hanya memberi dampak positif. Layaknya pisau bermata dua, sektor pariwisata juga berkontribusi pada kerusakan alam jika tidak ditangani dengan baik.

Masih ingat yang terjadi pada objek wisata sejarah Machu Picchu Januari lalu? Beberapa turis asing ditangkap karena diduga melakukan perusakan atas objek wisata sejarah dunia tersebut. Tak perlu pula disebutkan kasus-kasus kerusakan alam lain yang terjadi di Indonesia terhadap objek wisata dadakan yang mendapat kunjungan masyarakat secara membludak. Ada banyak rentetan kasus serupa khususnya semenjak era media sosial akhir-akhir ini.

Ekowisata Menjadikan Papua sebagai Destinasi Wisata Hijau

Meskipun pariwisata memiliki dampak negatif bersamanya, namun hal tersebut masih dapat diminimalisir dengan persiapan dan penanganan yang bijak sejak awal. Mengingat Papua dicintai dengan keindahan alamnya, ditambah dengan fakta bahwa masyarakat adat Papua masih bergantung dengan alam, maka ekowisata adalah pilihan yang tepat untuk menyelaraskan kebutuhan ekonomi dan sosial masyarakat yang ada di Papua. Konsep ekowisata sendiri mencoba memadukan tiga komponen penting yaitu konservasi alam, pemberdayaan masyarakat lokal, serta meningkatkan kesadaran atas lingkungan hidup. Sekali dayung dua – tiga pulau terlampaui.

Ecotourism is now defined as “responsible travel to natural areas that conserves the environment, sustains the well-being of the local people, and involves interpretation and education”. Education is meant to be inclusive of both staff and guests.

The International Ecotourism Society
Aerial photo homestay on Friwen Island, Raja Ampat Regency, West Papua Province (EcoNusa Foundation/Moch. Fikri)

Ada banyak kisah tentang bagaimana pengelolaan ekowisata mampu menjadi alternative pemeliharaan lingkungan yang efektif dengan tetap memberikan dampak ekonomi yang cukup signifikan bagi masyarakat tempatan. Aku pernah menuliskan tentang Ekowisata Desa Koto Lamo yang dikelola oleh komunitas budaya yang ada di Riau, mereka berhasil meningkatkan perekonomian warga serta kesadaran warga Pekanbaru tentang keberadaan hutan Rimbang Baling yang masih tersisa.

Di Papua pun ekowisata sudah mulai diterapkan oleh beberapa desa. Satu kisah mengenai Ekowisata Kampung Malagufuk, di Papua Barat yang mampu menyelamatkan ekosistem Hutan Kaslow dari intaian kebun kelapa sawit diceritakan oleh Absalom.

Kampung ini berdampingan dengan Hutan Kaslow yang menjadi sumber penghidupan bagi suku Moi. Para leluhur mereka menekankan untuk memelihara hutan, dan tidak sembarangan menebang pohon serta memburu hewan yang hidup didalamnya. Sehingga bertani dan menjual hasil panen menjadi sumber pendapatan warga kampung Malagufuk sebelum mereka berkenalan dengan pengelolaan ekowisata.

Biodiversity tinggi yang dimiliki Hutan Kaslow dilihat salah seorang pemandu wisata lokal bernama Charles sebagai potensi wisata yang sangat baik ke depannya, sehingga dia berpesan kepada Absalom dan warga kampung untuk tetap menjaga kelestarian hutan tersebut. Hingga pada akhirnya kerja sama Charles dan Absalom menjadikan kegiatan Birdwatching sebagai salah satu kegiatan ekowisata di kampung ini.

Kini, warga kampung tersebut tidak perlu lagi berjalan jauh untuk menjual hasil panen pertanian mereka. Penghasilan yang mereka dapat dari pengelolaan ekowisata ternyata cukup untuk membantu penghidupan masyarakat. Pada tahun 2019 saja mereka kedatangan sekitar 250 tamu dari berbagai negara untuk melakukan birdwatching. Mulai dari pramuantar, pemandu dan koki untuk melayani kebutuhan tamu semuanya melibatkan warga kampung. Kini Kampung Malagufuk sudah memiliki tiga homestay untuk fasilitas penginapan para tamu yang berkunjung.

Pemilihan kata destinasi wisata hijau menurutku tidak terbatas hanya pada destinasi wisata alam atau budaya. Tetapi bisa berarti pengelolaan destinasi wisata yang berkelanjutan. Mampu memberikan perlindungan kelestarian alam yang dibutuhkan, dan juga memberikan manfaat ekonomis bagi masyarakat tempatan yang manfaatnya dapat diwariskan hingga ke anak cucu.

Aku bisa membayangkan Papua memiliki beberapa destinasi ekowisata sesuai kebutuhannya. Ada lokasi wisata yang terbuka untuk umum, namun ada beberapa destinasi yang ditujukan hanya untuk penelitian atau pendidikan ekologi. Area-area privat yang tidak untuk kesenangan orang berduit, tetapi didedikasikan untuk penelitian kelestarian lingkungan dan kebudayaan.

Melestarikan Hutan Papua berarti Memelihara Ekosistem di Dunia.

Melihat semakin berkurangnya hutan dunia, sehingga meningkatkan emisi gas karbon karena aktifitas manusia itu sendiri membuat ku merasa sedih. Karena alam ini dititipkan kepada manusia untuk dimanfaatkan sumber dayanya, namun tetap dijaga kelestariannya untuk keberlangsungan hidup hingga ke anak cucu. Klise memang, tetapi begitulah adanya.

Keberhasilan menjaga kelestarian alam di Papua, bisa menjadi contoh bagi daerah-daerah lain di Indonesia untuk menjaga kekayaan hayati yang masih tersisa. Dengan melibatkan masyarakat adat yang memang mengenal lingkungan tempat mereka tinggal untuk melestarikan alam. Karena memang tak ada yang lebih mengenal tempat tinggal dan bagaimana cara memeliharanya jika bukan tuan rumah sendiri.

Indonesia sudah kehilangan banyak permukaan hutan, dampak buruknya pun sudah kita rasakan sendiri. Jangan sampai kita juga kehilangan hutan-hutan di Papua. Perubahan iklim yang dipicu dengan semakin berkurangnya luasan permukaan hutan akan semakin buruk jika kita hanya memikirkan manfaat ekonomi yang akan diterima pemerintah pusat dan pengusaha di luar Papua. Padahal, jika hutan Papua lestari bukan hanya masyarakat tempatan saja yang dapat bertahan hidup hingga ke anak cucu, tetapi juga keberlangsungan ekosistem dunia.

Waktu bertemu anak-anak SMA dari Papua yang menampilkan pertunjukan seni di Surabaya.

42 Comments

  1. Selalu penasaran dengan Papua. Pasti beda banget di sana dengan daerah lain di Indonesia. Terutama Jawa. Karena alamnya masih sangat alami

    • Iya kang, Papua memang istimewa, terutama karena hutan alam Indonesia yang tersisa dengan cakupan yang cukup luas hanya tinggal Papua. Semoga keindahan alam Papua tetap lestari.

  2. Dulu aku cuman terfokus pada use plastic less sampai lupa masalah alam yang lain. papua cuman satu diantara nya Next kalimantan yang merupakan paru2 dunia juga akan tinggal kenangan. Kenapa manusia tidak bisa mengerti dan mengurangi ambisi untuk menyakiti alam?Padahal alam sudah memberi banyak peringatan.Banyak kok negara maju yang tetap mempertahankan alam nga contoh nya itali dan swiss Pengen indonesia tetap searsi dulu

    • Bener banget Put. Semoga pemerintah kita bisa memperhatikan kelestarian alam Papua sama pentingnya dengan perkembangan ekonomi yaaa.

  3. Aku pribadi setuju sekali dengan menjadikan Papuan sebagai destinasi wisata hijau. Karena sedih sebenarnya berapa banyak hutan di Indonesia yang sudah ditebas untuk memuaskan kebutuhan manusia. Nah, dengan destinasi wisata hijau, kita tetap bisa mempertahankan ekosistem tetapi tetap bisa menikmati keindahan wisata yang disajikan di sana.

    • Bener banget mbak, semoga Papua tetap lestari yaaa, berikut bentangan alam lain di Indonesia yang masih tersisa.

  4. Membanggakan banget ya Papua .
    Hutannya jadi salah satu paru-paru dunia yang luas.
    Bayangin kalau sedunia berharap juga pada hutan Papua, semoga hutannya tetap asri, dan tidak tersentuh tangan-tangan orang yang serakah

    • Suka sedih dengar tentang berkurangnya lahan hutan. Padahal kalau dipikir-pikir kehidupan manusia di bumi ini sangat bergantung pada hutan. Apalagi dengan maraknya pembukaan lahan untuk sawit. Meskipun dilematis juga, karena sawit menyumbangkan pemasukan yang besar juga untuk negara kita. Kalau saya pribadi, berusaha untuk mengurangi pemakaian produk sawit, walaupun belum maksimal juga sih. Saya hanya berharap upaya kecil saya bisa memberikan kontribusi untuk pelestarian hutan.

  5. Miris setelah baca ini, hutan Riau dan Kalimantan sudah tidak se-sehat dulu, banyak yang di Deforestasi tidak dengan keikutsertaan penduduk lokal, jadi nya ya sekarang, cuma dapat dirasa pengusaha dan orang2 yang terlibat saja, mereka gak ingat masih ada anak cucu. Semoga hutan Papua masih sehat ya, kami dukung apapun yang semuanya unk kebaikan hutan Papua :))

    • Iya Cic, kadang tanpa data kita suka lupa sudah sejauh mana hutan Indonesia berkurang. Semoga Papua dan bentangan alamnya yang mempesona tetap lestari. Aamiin.

  6. masya Allah, Papua ini buatku seperti intan berlian yang sengaja dipendam dalam dalam oleh pemiliknya,
    kadang sedih aja membayangkan Papua yang kaya raya tapi penduduknya sebagian besar miskin papa

    • Iya mba bener, perataan ekonomi masih belum maksimal, tapi kita yang jauh bisa bantu berdoa agar banyak hal kembali adil bagi rakyat Papua ya.

  7. Deforestasi hutan ini tidak hanya terjadi di Riau saja, eksploitasi hasil hutan dan alam pun melanda Kalimantan dan juga Papua. Ya, Papua yang selama ini kita kenal dengan keindahan alamnya pun mengalami hal yang sama.

    Aku suka kalimat ini. Jangan hanya Riau atau sumatra aja yg dikenal dgn hutannya yg hancur.

  8. wah aku baru tau ada namanya adat sasi, moga hutan kitan selalu terjaga yaa, jangan ada lain penebangan liar, kebakaran hutan palagi di Papua yang merupakan ekosistem dunia

  9. Hutan papua juga mulai berubah fungsi kak, kesal sebenarnya. Fungsi hutan menjadi lahan sawit bisa menjadikan ekosistim di Papua berubah. Perlu kerjasama semua pihak untuk tetap menjaga ini, termasuk kesadaran manusia di lingkungan tersebut kak. Global warming juga sudah sampai di puncak gunung jayawijaya, terlihat sudah berkurang es disana. Ini harus dijaga untuk anak cucu kelak

    • Iya bang, masyarakat setempat sudah mulai melakukan banyak cara untuk melestarikan hutan-hutan mereka, namun hal ini ga bisa dikerjakan sendiri, butuh bantuan pemerintah dan organisasi-organisasi lingkungan yang mau bergerak dan bekerja sama. Toh ini untuk kita semuakan yaa

  10. MasyaAllah, keren banget! Saya paling suka kalau berkunjung ke daerah yang kaya dengan potensi wisata alamnya seperti Papua. Semoga suatu saat bisa pergi ke sana. Semoga hutan di Papua selalu terjaga, Aamiin.

  11. Setuju banget dengan tulisan ini. Aku sedih sekali melihat kehidupan masyarakat Papua. Padahal potensi daerah mereka sangat kaya, tapi rakyatnya hidup dalam kemiskinan. Semoga pembangunan Papua tidak merusak ekosistem yang ada, ya.

  12. Papua itu identik dengan hutan dengan keindahan dan keelokan alam dengan beragam flora dan fauna, serta kearifan budaya, adat istiadat lokal yang harus terus terjaga.
    Saya sebagai anak Sumatera juga sedih setiap pulang kampung selalu sayup2 terdengar mesin2 yang sedang membabat hutan, hiks.
    Semoga hutan Papua tetap terjaga ya.

  13. Papua itu salah satu keindahan negeri yang memiliki topografi mengagumkan dengan pegunungan, bukit dan hutan yang lebat. Memang sediiiih banget ketika baca diberbagai berita wilayah Yang terkenal dengan cendrawasih itu pun tak luput dari ancaman defertasi
    Oleh karenanya dibutuhkan peran serta seluruh lapisan untuk menjaga kelestarian nya

  14. Sedih ya Mba kondisi hutan saat ini di Indonesia. Tetbakar, ditebang, dan lahannya makin berkurang. Hmmm bikin bumi kita makin ga seimbang ekosistemnya. Semoga hutan di Papua terjaga ya, ya nggak parah banget kayak di Riau. Papua soalnya terkenal dengan alamnya yang asri, hijau, lebat, dan alami. Semoga alam itu tidak rusak

  15. Aku kalo ngomongin papua suka merinding. Pengen banget kesana yang katanya raja ampatnya indah kaya surga yang tutin ke bumi. Duhh apa daya ke papua mahalnya luar biasa. Semoga tanah papua terus terjaga keindahannya

  16. Sedih ya kak ath, semoga aja hutan-hutan disana masih bisa diselamatkan dengan adanya kepedulian dan peran serta masyarakat juga pemerintah. Ngga kebayang beberapa tahun lagi, papua bukanlah papua yang kita kenal sekarang. Semoga kita masih diberi kesempatan untuk melihat keindahan alamnya papua ya. Impian dari kapan tau bisa jalan-jalan kesana. Huhu

  17. Dulu mendengar Papua rasanya gimana gitu, sekarang malah penasaran ingin ke Papua. Dan semoga bumi papua tetap awet muda ya

  18. Jadi ingat cerita teman yg ke papua dulu, nasi goreng tepi jalan seharga 25 rebu.
    Tapi selalu penasaran ke papua walau harga tiketnya bikin nangis..

  19. wah, Papua, sudah lama pgn banget ke tempat super eksotis ini, selain karena ada adeku tinggal disana, aku jg penasaran sama daerah2 wisata nya plus kulinernya si Pepeda hehehe

  20. Semoga suatu saat kita bisa menginjakkan kaki di sana yak. Mamak baru nyampe ke yang KW nya aja, Ulu Kasok 😀
    Nggak kebayang kalau ke Raja Ampat yang asli, MasyaAllah keindahannya.
    So, harus mulai nabung, karena lumayan juga ya biaya ke sana.

  21. Semoga saja, hutan, burung, satwa dan tumbuhan lainnya masih tetap terjaga dengan baik di Papua. Penduduknya mendapatkan ilmu pengetahuan yang banyak, agar dapat melindungi intan permata Indonesia di Timur Negeri.

  22. Sedih, ya. Kita punya banyak hutan tapi semuanya mengalami kerusakan. Hutan di Papua sebenarnya adalah harapan terakhir setelah hutan di Sumatera dan Kalimantan berkurang banyak luasnya. Semoga lewat tangan-tangan lembaga seperti Econusa ini dapat menyelamatkan hutan kita dari deforestasi berkepanjangan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *