Sepanjang Subayang, Hutan Rimbang Baling Membentang

Ooo Rimbang Baliang, kok dapek awak nan ditariang, oo Rimbang Baliang.
Oooo Rimbang Baliang, kok lapeh awak nan ditariang, oo Rimbang Baliang. - Farid Jonatan; Rimbang Baling

Tahun 2014 lalu, aku sempat mengunjungi Desa Gema, satu dari sekian banyak desa yang ada di sepanjang sungai Subayang. Itu adalah kali pertama aku menjelajahi daerah luar kota Pekanbaru, rasanya seperti anak kecil yang baru mendapat mainan mahal, terpaku menatap sekeliling mengagumi keindahan alam yang membentang.

Pemandangan alamnya masih asri, dan hanya berjarak sekitar dua setengah jam dari Pekanbaru. Dan Karena terbiasa dengan air sungai Siak yang berwarna kecoklatan, aku selalu menganggap bahwa air sungai di semua sungai yang ada di provinsi Riau itu memiliki warna yang sama. Cokelat. Tetapi tidak dengan sungai Subayang, airnya mengalir jernih di sela-sela bebatuan, dan dikelilingi pepohonan yang rindang disepanjang sungai, ia lah bagian hutan Rimbang Baling.

Bayangkan saja, tinggal di Pekanbaru dengan suhu normal rata-rata di 29 hingga 31 derajat celcius, kemana pergi hanya akan bertemu dengan ruko, apa tidak bahagia melihat kehijauan yang cukup luas dengan udara yang bersih. Ditambah lagi dengan taburan bintang di langit malam bulan Agustus di desa Gema, gemintang seakan muncul berdesakan seolah cahaya mereka tak lagi terhalang polusi lampu-lampu kota.

Itulah pertemuan pertamaku dengan sungai Subayang di desa Gema, setelahnya aku tidak mempunyai cukup waktu untuk bisa kembali. Kemana pergi aku selalu menyebutkan sungai Subayang dan Rimbang Baling sebagai tempat yang wajib dikunjungi jika singgah cukup lama di Pekanbaru. Sampai akhirnya aku mendapat kabar bahwa sebagian hutan di Rimbang Baling sudah mulai menjadi perkebunan sawit.

Terpotek hatiku gaes T_T

Kemudian, dakupun mulai mencari tahu dan update tentang berita-berita mengenai kawasan sungai Subayang dan Rimbang Baling.

Yang aku tak tahu dari Subayang dan Rimbang Baling

Benar pula, ada beberapa teman waktu itu yang membagikan foto sebagian hutan di Rimbang Baling yang sudah berganti menjadi kebun-kebun sawit. Nyesss gitu rasanya sewaktu sadar aku ngga bisa ngapa-ngapain selain misuh-misuh di sosmed.

Tapi misuh-misuh tanpa pengetahuan juga ga bagus kan yaa, maka akupun mulai mencari tahu apa yang membuat sungai Subayang dan Rimbang Baling pantas untuk dipertahankan kelestariannya. Maka sampailah daku ke website Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau (BBKSDA Riau).

Ternyata hutan Rimbang Baling sudah memiliki status sebagai Suaka Margasatwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 3977/Menhut-VIII/KUH/2014 tanggal 23 Mei 2014 tentang Penetapan Kawasan Hutan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling Seluas 141.226,25 hektar di Kabupaten Kampar dan Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau.

Selain berfungsi sebagai suaka margasatwa, Hutan Rimbang Baling juga menjadi salah satu hutan yang menjadi produsen oksigen yang masih tersisa di provinsi Riau. Sedih rasanya membicarakan hutan di Riau, dari yang dulunya sempat menjadi pemilik hutan yang cukup luas bersanding dengan Kalimantan, kini yang tersisa hanya beberapa. Itu juga membutuhkan kerjasama banyak pihak untuk bisa melestarikannya.

Masih mau membaca nggak? Kali ini daku mau bercerita tentang siapa aja heroes and heroines yang terus bergerak untuk menjaga kelestarian hutan di SM Rimbang Baling?.

Lagu Rimbang Baling oleh Farid Jonatan

Mereka yang bergerak untuk Rimbang Baling

Aku bersyukur ada banyak organisasi dan komunitas yang menaruh perhatian lebih terhadap kelestarian hutan di Indonesia. Aku mau cerita beberapa yang aku tahu dan bergerak untuk Rimbang Baling. Nanti aku mau cerita tentang bagaimana kita, yang tinggal dikota, jauh dari hutan, yang jam kerja eigth to five dapat berkontribusi untuk kelestarian hutan kita. Sabar yaa.

Dulu daku sempat menulis tentang Rumah Budaya Sikukeluang, sebuah organisasi nirlaba yang dibentuk oleh beberapa seniman kota Pekanbaru tentang usaha mereka yang bekerja sama dengan masyarakat Desa Koto Lamo untuk mempertahankan kelestarian hutan Rimbang Baling. Mereka membuat camping ground dengan melibatkan masyarakat desa dalam pengelolaannya. Hal ini untuk membantu perekonomian masyarakat sekaligus menjadi opsi peningkatan ekonomi mereka tanpa harus tergiur godaan perkebunan sawit yang mengincar kawasan hutan ini.

Masyarakat dan Dubalang Desa Tanjung Belit. Desa Tanjung Belit adalah desa yang tetanggaan dengan desa Gema. Masyarakat desa yang juga berada di sisi sungai Subayang ini sudah bermufakat untuk menjadikan hutan yang berada di kawasan Desa Tanjung Belit menjadi hutan larangan. Hutan yang berbatasan langsung dan juga sebagiannya juga termasuk dalam kawasan konservasi Suaka Marga Satwa Rimbang Baling ini pun tak kalah pentingnya dengan kawasan konservasi tersebut. Hutan seluas tiga ratus hektar yang berada diwilayah Desa Tanjung Belit resmi menjadi hutan larangan pada tahun 2018 lalu.

Lalu, bagaimana Karyawan kantoran yang bahkan liburan aja ngga sempat bisa ikut andil dalam melindungi hutan?

Daku mengerti kok perasaan mu, karena aku juga suka gemes karena ngerasa ngga bisa apa-apa sewaktu hutan-hutan di Indonesia mengalami deforestasi. Pengen marah, tapi kesiapa, mau ikutan masuk hutan tapi cuti untuk liburan diri sendiri aja jarang di approve, hiks.

Saat peringatan Hari Hutan Indonesia pada 7 Agustus 2020 lalu, ada banyak tokoh, komunitas dan juga organisasi yang saling mendukung untuk pelestarian hutan di Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *